‘ Kasusnya…”

 

Dalam sebuah unit kerja, pastinya terdiri dari beberapa individu yang berbeda karakter, sifat, style, dan prinsip kerja. Namun bagaimanapun jika kita terikat di dalamnya pastinya harus memahami, mengerti, dan menjalankan apa yang yang menjadi target kelompok tersebut. Dalam kesehariannya juga pasti tidak luput dari benturan-benturan prinsip, pola pikir, dan gaya bekerja. Lumrah terjadi selama itu bisa diolah menjadi motivasi meningkatkan kinerja, namun jika mengarah ke kondisi yang abnormal/ negatif, perlu digarisbawahi dengan tinta merah, alias warning! Apalagi nantinya bisa didefinisikan “kebiasaan negatif. Salah satu kasusnya…

 

Satu- dua orang dalam kelompok memiliki perilaku “unik” yang sudah dikenal rekan2 lain dalam kelompoknya. Setiap apa yang tidak dia suka, tidak berkenan di hatinya atau bertolak belakang dengan pola pikirnya, tanpa ba-bi-bu di laporkan ke atasannya. Sedikit-sedikit “itu lho pak, si anu itu gitu ya pak…” satu dua kali seperti itu sebenarnya masih bisa dimaklumi, apalagi disampaikan dalam kondi “guyon” atau berkelakar. Namun jika sudah dianggap “trade-mark” seseorang oleh rekan-rekan yang lain, ada baiknya diperingatkan. It’s not a wise habits guys!

 

“ I  think…”

 

Sekali dua kali bolehlah di tolelir dengan asumsi, ee.. anak ini keceplosan kali, ngomong gak tau sikon dan gak tau berhadapan dengan siapa. Kalau sudah meresahkan alias bolak-bolik perlu ditegasin.

Jikapun mau merubah orang dengan lapor melulu, menurutku itu bukan tindakan yang arif dan dewasa. Oke lah kalau seseorang yang bermasalah itu sudah tidak bisa diajari, dikasih tau juga tidak bisa. Namun jika dikit2 lapor, dikit2 ngomongin ke atasan tentang hal yang seharusnya bisa diatasi sendiri, menurutku itu bukan tindakan bijaksana. Jika mau berpikir lebih mature, terutama dalam bekerja, kita tidak hanya bekerja demi gaji, level, tapi juga meningkatkan sikap profesional dan leadership. Belajar memberitahu orang, belajar mempengaruhi orang untuk kemajuan orang lain itu nantinya manfaatnya untuk diri kita sendiri. Bagaimana mau jadi generasi penerus bahkan peminpin kalau mau ngasih tau orang aja bagaimana hal yang lebih baik harus pakai perantara atasan.

 

Akhirnya ekses dari kebiasaan diatas, bisa membuat rekan-rekan kerjanya beranggapan orang seperti itu “Orang Carmuk” alias cari muka.  Walaupun sebenarnya niatnya hanya biar dia diberitahu lewat orang lain. Namun bisa menumbuhkan penafsiran lain yang negatif, contohnya, jika dilakukan berkali-kali akan dikira suka cari muka, tukang wadul (= lapor, jawa), bahkan childish. Karena sebenarnya hal kecil seharusnya di atasi sendiri, masih harus bawa-bawa atasan. Juga kadang akan dianggap tukang njeplak atau nyeplos, gak tau sikon. Bahkan terkadang orang seperti ini cenderung eksklusif, dekatnya dengan orang tertentu saja, yang dianggap pas “style”nya dengan dia, jadi kelihatannya gak butuh siapa-siapa. Jadi cuek saja mau bersikap seperti yang dia mau. Tidak mau memikirkan orang lain, elu-elu gue-gue… Jadi dengan melempar masalah kepada atasan bisa membuat dia cuci tangan dan kelihatannya “save” bagi dia. Padahal itu menunjukkan kekerdilan seseorang dalam menghadapi sebuah “kondisi”.  Efeknya bisa mengganggu hubungan individu dan akhirnya berpengaruh ke dalam teamwork jadi tidak kondusif. Serba curiga, ga k enak ati, menjadikan kekompakan tim dalam pencapaian target tim tidak optimal.

 

Bertoleransi dan mengkomunikasikan hal-hal yang menurut kita bisa membuat kita dalam sebuah tim kerja kepada orang lain adalah hal yang wajib kita pelajari. Terkadang memang membuat bete berhadapan dengan orang seperti itu  tapi bagi saya sih itu tantangan menghadapi orang seperti itu untuk selalu mengambil sisi positifnya. Simpel saja, tidak perlu emosi berhadapan dengan model orang seperti itu namun perlu tegas. Biasanya orang seperti itu memang senangnya menghapalkan tingkah laku buruk orang tanpa berkaca pada dirinya sendiri yang mungkin saja sama bahkan lebih buruk. Sesekali pada moment yang tepat ingatkan dia tenang kekurangan dia juga. Bukannya di sunnahkan Rasulullah untuk mengingatkan sesamanya sampai dengan tiga kali. Jika lebih dari itu sudah bukan menjadi kewajiban, tapi tetap kesadaran kita. Orang dengan habit seperti itu bahkan jika diambil positifnya akan bermanfaat buat kita. Menjadikan kita lebih hati2 dan lebih baik dalam bekerja, agar tidak jadi santapan atau bulan-bulanannya. Malah kasihan lho dengan orang seperti ini, seperti pepatah “gajah di pelupuk mata tidak kelihatan” alias kesalahan sendiri tidak sadar, suka banget lihat orang bikin salah. Mau dia carmuk, main aman aja, atau pengen nunjukin “ nih guwe”, atau tidak toleran dengan teman sendiri karena merasa tidak butuh, terserah dia sih… dan pada akhirnya dia juga mendapat keuntungan, toh masih ada “juri” yang Paling Adil. Dunia pasti terus berputar, dan orang tulus belum tentu mendapat nilai paling baik di mata sesamanya, tapi pasti kemenangan ada di dalam hati dan pasti tercatat oleh-Nya… Don’t worry n keep fight to make a changes for all…

 




    Tinggalkan komentar